14 Januari, 2012


MAKALAH

BAHASA INDONESIA

DI SUSUN OLEH

INDRIANI
AG3

JURUSAN BAHASA DAN SATSRA INGGRIS
FAK. ADAB DAN HUMANIORA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR
T.P / 2011-2012


 -

KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.

            Tiada yang patut penulis ucapkan selain segala puji bagi Allah SWT dan salam serta shalawat bagi Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan para insan yang selalu berada di jalan-Nya. Alhamdulillah atas kesempatan Nya Saya selaku Penulis dapat menyusun makalah  dengan judulBahasa Menunjukkan Bangsa”. Dan tak lupa saya ucapkan banyak terima kasih kepada Dosen dengan mata kuliah Bahasa Indonesia, yang telah membimbing kami sehinggah makalah ini dapat terselesaikan.
          Makalah ini disusun dengan judul Bahasa Menunjukkan Bangsa, agar kita semua mengetahui dan dapat mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, bahasa merupakan salah satu aspek terpenting dari kehidupan manusia. Sekelompok manusia atau bangsa tidak bisa bertahan jika dalam bangsa tersebut tidak ada bahasa.
            Saya menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan demi perbaikan kedepannya. Mudah-mudahan dengan begitu maka kesalahan yang sama pada waktu yang lain tidak akan terulang. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan kepada kita semua, dan selalu mengingat Allah SWT untuk mendapatkan keimanan menuju keselamatan Dunia dan Akhirat kedepannya. Terimakasih dan Wassalamu Alaikum Wr.Wb.


Makassar, 09 November 2011

Penyusun
ii

 

 -

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................       i
KATA PENGANTAR......................................................................................      ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................      iii
BAB   I   PENDAHULUAN.............................................................................      1
                1.1     Latar Belakang Masalah...........................................................
               1.2     Rumusan Masalah....................................................................
                1.3     Tujuan Masalah........................................................................
  
                1.4     Manfaat Masalah......................................................................

BAB  II   KAJIAN TEORI...............................................................................      3
2.1          Teori Bahasa Menunjukkan Bangsa...........................................      3
2.2          Batasan Penilaian.......................................................................      3
BAB III  PEMBAHASAN................................................................................      5
3.1          Jati Diri Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi.........................      5
3.2          Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia .................................
3.3          Sikap Pemakai Bahasa Indonesia yang Negatif
BAB IV  SIMPULAN DAN SARAN..............................................................     10
4.1          Simpulan....................................................................................     10
4.2          Saran..........................................................................................     10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................      iii




 -



BAB I

PENDAHULUAN

1.1           Latar Belakang Masalah
Bahasa menunjukkan bangsa. Ini merupakan suatu ungkapan yang sering kita dengar dan diterima secara umum.

Dalam Sejarah mencatat bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu-Riau, salah satu bahasa daerah yang berada di wilayah Sumatera. Bahasa Melayu-Riau inilah yang diangkat oleh para pemuda pada "Konggres Pemoeda", 28 Oktober 1928, di Solo, menjadi bahasa Indonesia.
Tujuannya ialah ingin mempersatukan para pemuda Indonesia, alih-alih disebut bangsa Indonesia. Ketika itu, yang mengikuti "Kongres Pemoeda" adalah wakil-wakil pemuda Indonesia dari Jong Jawa, Jong Sunda, Jong Batak, Jong Ambon, dan Jong Selebes. Jadi, secara linguistis, yang dinamakan bahasa Indonesia saat itu sebenarnya adalah bahasaMelayu. Ciri-ciri kebahasaannya tidak brbeda dengan bahasa Melayu. Namun, untuk mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, parapemuda Indonesia pada saat itu "secara politis" menyebutkan bahasa Melayu-iau menjadi Bahasa Indonesia yang memancarkan inspirasi dan semangat nasionalisme.

Ikrar yang dikenal dengan nama "Soempah Pemoeda" ini butir ketiga berbunyi "Kami poetera-poeteri Indonesia, mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean, bahasa Indonesia" (Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia). Ikrar yang diperingati setiap tahun oleh bangsa Indonesia ini juga memperlihatkan betapa pentingnya bahasa bagi suatu bangsa. Bahasa sebagai alat komunikasi yang paling efektif, mutlak diperlukan setiap bangsa. Tanpa bahasa, bangsa tidak akan mungkin dapat berkembang, bangsa tidak mungkin dpat menggambarkan dan menunjukkan dirinya secara utuh dalam dunia pergaulan dengan bangsa lain. Akibatnya, bangsa itu akhirnya akan lenyap ditelan masa. Jadi, bahasa menunjukkan identitas bangsa.
 Bahasa, sebagai bagian kebudayaan dapat menunjukkan tinggi rendahnya kebudayaan bangsa. Bahasa akan menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai suatu bangsa. Ikarar berupa "Soempah Pemoeda" inilah yang menjadi dasar yang kokoh bagi kedududkan dan fungsi bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia. Bahkan, pada perjalanan selanjutnya, bahasa Indonesia tidak lagi sebagai bahasa persatuan, tetapi juga berkembang sebagai bahasa negara, bahasa resmi, dan bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).

Setelah hampir dasa windu menjadi bahasa persatuan, bahasa Indonesia memperlihatkan ciri-cirinya sebagai alat komunikasi yang mutlak diperlukan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri sebagai bahasa yang tahan uji. Bahasa Indonesia telah menunjukkan identitas bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia sangat berperan dalam mempersatukan belbagai suku bangsa yang beraneka adat dan budayanya. Dalam mengemban misinya, bahasa Indonesia terus berkembang seiring dengan keperluan dan perkembangan bangsa Indonesia, walaupun ada perkembangan yang menggembirakan dan ada perkembangan yang menyedihkan dan membahayakan, Dualisme perkembangan ini memang merupakan dinamika dan konsekuensi bahasa yang hidup Tetapi, karena bahasa Indonesia sudah ditahkikkan sebagai bahasa yang berkedudukan tinggi oleh bangsa Indonesia, ia harus dipupuk dan disemaikan dengan baik dan penuh tanggung jawab agar ia bisa benar-benar menjadi "cermin" bangsa Indonesia.

Sebelum Perang Dunia Kedua, bahasa Indonesia tidak dihargai dengan sepantasnya walaupun dunia pergerakan politik sedmakin banyak memakai bahasa Indonesia. Dunia ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan belum lagi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik. Kalau ingin memperbaiki nasib, bukan bahasa Indonesia yang digunakan,melainkan bahasa Belanda sebagai bahasa kaum penjajah. Bahasa pengantar untuk ilmu pengetahuan adalah bahasa Belanda. Apabila sesorang ingin dihormati dan disegani dalam pergaulan, ia harus bisa menguasai bahasa Belanda dengan baik. Bahasa Belanda benar-benar bisa menentukan status pemakainya. Akibatnya, pemakai bahasa Indonesia merasa apatis atau masa bodoh melihat kekangan-kekangan yang hebat terhadap bahasa Indonesia ketika itu. Seolah-olah bahasa Indonesia tidak akan mampu menjadi bahasa ilmu pengetahuan. Kaum penajajh ketika itu memang menginginkan seperti itu sehingga pemakai bahasa Indonesia merasa diri tidak berguna mempelajari dan menguasai bahasa Indonesia. Orang Indonesia ketika itu merasa lebih terpelajar dan terhormat aoabila menguasai bahasa Belanda dengan baik.

Pada zaman pendudukan Jepang, bahasa Belanda dilarang pemakaiannya dan harus digani dengan bahasa Indonesia. Ketika itu, sebagian orang masih meragukan kemampuan bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmu pengetahuan, termasuk kaum cendekiawannya. Tetapi, karena dipaksa oleh pemerintah pendudukan Jepang dan didorong oleh pemuda-pemuda Indonesia, orang-orang Indonesia terpanksa menggunakan bahasa Indonesia untuk setiap ranah pembicaraan.
Bahasa Indonesia mulai populer dan mulai diperhatikan para pemakainya dengan baik. Sesudah itu terbuktilah bahwa bahasa Indonesia tidak kurang mutunya dibanding dengan bahasa-bahasa asing lainnya. Bahasa Indonesia pun mulai mengalami perkembangan sesuai dengan kodratnya sebagai bahasa yang hidup. Bahasa Indonesia terus dipakai pemiliknyadengaqn teratur dan lebih luas.

Sesudah Indonesia merdeka, bahasa Indonensia lebih berkembang lagi dengan baik dan meluas. Bangsa Indonesia sudah merasakan betapa perlunya membina dan memperhatikan perkembangan bahasa Indonesia. Bangsa Indonesia mulai sadar bahwa tanpa bahasa Indonesia, bangsa Indonesia tidak akan memperoleh kemajuan. Minat bangsa Indonesia untuk mau mempelajari bahasa Indonesia dengan baik setiap tahun terus bertambah. Akibatnya, bahasa Indonesia mengalami kemajuan yang pesat.
Nmn dlm sisi lain...
Berbicara mengenai kewarganegaraan tentunya banyak hal yang bisa kita bahas dalam judul tersebut. Sehingga selain sebagai pemenuhan tugas civic education, hal tersebutlah yang melatar belakangi penulis untuk membahas lebih dalam mengenai judul tersebut


1.2       RUMUSAN MASALAH


Setelah perkembangan bahasa Indonensia itu sedemikian pesatnya, sekarang timbullah serangkaian pertanyaan:

=Bagaimana jati diri bahasa indonesia pd era globalisasi?
= apa kedudukan dan fungsi bahasa indonesia
= bagaimana sikap pemakai bahasa indonesia yang negatif, yang tidak layak digunakan dalm kehidupn sehari-hari.
1.3  tujuan masalah

1.    Tujuan utama adalah
Tujuannya ialah ingin mempersatukan para pemuda Indonesia, alih-alih disebut bangsa Indonesia.
Dengan memahami bahasa. Bahasa dapat menjadi instrumen penting dalam menjalin komunikasi yang efektif.
Bahasa menunjukkan bangsa. Dengan memahami bahasa kita, maka kita dapat menyatukan 
Bahasa Indonesia berfungsi pula sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan terendah (taman kanak-kanak) sampai dengan lembaga pendidikan tertinggi (perguruan tinggi) di seluruh Indonesia, kecuali daerah-daerah yang mayoritas masih menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu.

2.       Manfaat penulisan
Penulisan ini diharapkan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait.
Adapun manfaat yang diperoleh dari makalah ini antara lain, sebagai berikut:

Bagi pelajar:
Manfaat penulisan bagi pelajar adalah :
1)    Peserta didik mengetahui akan begitu besar manfaat mengetahui bhasa.
2)    Dengan mengenal dan mengetahui sejarah dari bahasa indonesia itu sendiri, peserta didik lebih bisa mengaplikasikannya dengan baik dan benar sebagai cerminan bangsa.
3)    Mempermudah peserta didik untuk menerima materi pembelajaran khususnya dalam hal berbahasa menunjkkan bangsa.
Manfaat penulisan bagi pengajar adalah :
1)    Menyediakan strategi pembelajaran berbahasa menunjukkan bangsa sebagai pertimbangan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran.
2)    Sebgai salah satu pilihan untuk mengatasi permasalhn berbahasa indonesia,khususnya bahasa menunjukkan bangsa.
Manfaat lembaga pengjaran seperti sekolah atau univercity adalah :
1)    Tercapainya standar kelulusan yang ditetapkan khusunya bahasa Indonsia dalam hal penggunaanya.
2)    Meningkatkan mutu pembelajaran dengan memperkaya strategi pembelajaran untuk diterpkan dalam staf pendidikn.

BAB II

Bahasa menunjukkan Bangsa” (bahasa / karakter / perilaku) ...jan-feb 2009
Bahasa menunjukkan karakter orang, keluarga bahkan lebih besar lagi adalah karakter bangsa. Bahasa disini diartikan bukan bahasa lisan tatapi bahasa perilaku. Bahasa memiliki derajat masing-masing dari yang paling rendah sampai paling tinggi.
Ada beberapa bahasa :
1. bahasa fisik
2. bahasa lisan
3. bahasa hati ‘ bicara tanpa bicara’

I. Beberapa Contoh kejadian :
Beberapa hal yang bisa kita resapi misalnya kejadian2 dibawah ini :
1. Lihat jalan2 dikampung sekarang.
- Bahasa fisik : Polisi tidur merupakan bahasa fisik, dan apabila ngebut dijalan kemudian dikeroyok adalah bahasa fisik. Bahasa fisik terpaksa dikeluarkan karena yang ngebut ngak paham perasaan orang lain. Dia yang ngebut ngak paham bahasa fisik, lisan apalagi bahasa hati.
- Bahasa lisan : ditunjukkan dengan tulisan or rambu2 lalulintas. Bahasa lisan yang halus adalah rambu2 lalulintas. Dan bahasa lisan yang kasar misalnya ‘ awas ngebut benjut’ ngebut timpuk dan lain2. Derajat seorang pengendara akan lebih baik apabila memahami bahasa lisan ini dan dia mematuhinya. Tapi sekarangpun amat sangat jarang orang mematuhi bahasa lisan ini.
- Bahasa hati : ditunjukkan dengan mematuhi sesuatu dengan kesadaran sendiri entah ada tidaknya bahasa lisan. Misalnya memakai helm walau tempat sepi dan tidak ada polisi. Missal memakai sabuk pengaman walau jarak amat sangat dekat dan tanpa adanya peraturanpun. Derajat orang ini menjadi yang tertinggi dalam memahami bahasa. Hal tersebut sangat dipatuhi sebagian besar orang2 eropa atau jepang demi keselamatan dirinya, tanpa memperdulikan ada tidaknya polisi.
2. Lihat demonstrasi mahasiswa sekarang,
- Bahasa fisik : kemarahan mahasiswa ditunjukkan dengan membakar ban2 bekas dan apapun yang ada didepannya. Juga menimpuki polisi, hal itu terjadi memang karena kesalahan kedua belah pihak yaitu mahasiswa yang tidak mengerti bahasa fisik dan pemerintah yang juga tidak memehani bahasa tersebut. Pemerintah kadang juga serang mahasiswa.
- Bahasa Lisan : ditunjukkan dengan koar2 di jalanan, di parlemen ataupun di kampus2 yang katanya menyuarakan suara rakyat. Tapi hal ini sebagian sembodo sebagian tidak, misalnya mereka bilang anti asing tetapi juga memakai baju or kendaraan buatan asing dll.
- Bahasa hati : derajat orang ini yang tertinggi. Dia tidak perlu merusak asset pemerintah. Dia tidak perlu berkoar2 dikampus or diparlemen. Dia cukup berkarya nyata membantu masyarakat secara material, perbuatan or immaterial misalnya mengadakan perpustakan gratis, buku murah, pelatihan kerja lapangan, ngajak pemuda semangat hidup, membuat usaha yang mampu menyerap tenaga kerja,,,,dll…itulah jempol namanya.
3. Lihat sumbangan bantuan,
- Bahasa fisik : Bahasa fisik ditunjukkan oleh penyumbang dengan mengexploitasi kegiatan tersebut agar semua orang tau. Menunjukkan saat menyumbang boleh2 saja sih, tapi saat ini cenderung udah berlebihan. Sedang penerima sumbangan berebut tanpa malu sengol kanan kiri asal memperoleh jatahnya. Bahkan tanpa malu orang yang seharusnya ngak dapat sumbangan (pemuda tangguh) eh ikut antri sumbangan,,,,,wah,,wah.
- Bahasa Lisan : Bahasa lisan emang perlu misalnya laporan keuangan yayasan (dari sumbangan) di Koran or laporan terhadap anggotanya. Dalam hal ini baik2 saja agar audit penyumbang dan yang disumbang jelas,,,,agar si penyumbang lebih iklas lagi. Asal masih dalam taraf wajar saja
- Bahasa hati : Bahasa hati ditunjukkan apabila tangan kanan menyumbang tangan kiri tidak tau. Udah dilakukan tapi dalam uang yang amat sangat terbatas misalnya infaq jumatan (ya paling2 hanya pol Rp5000 aja). Ini sebenarnya derajatnya tinggi tapi beberapa hal mempunyai kelemahan dalam hal audit dan termasuk yang kita pasrahi uang tersebut (apalagi dalam jumlah besar). Kalau tentang sumbangan emang sebaiknya merupakan perpaduan bahasa hati dan bahasa lisan sama2 baiknya.
4. Lihat hubungan tua-muda, tua-tua, muda-muda sekarang,
- Bahasa fisik : Bahasa fisik ditunjukkan oleh sikap yang mudah tersinggung kemudian adu fisik antar kelompok atau generasi. Penyelesaian masalah dilakukan dengan cara-cara kekerasan. Perebutan lahan, penentuan caleg (politik), diskusi, rapat warga dan lain-lain apabila di jumpai kebuntuan musyawarah maka penyelesaiannya adu kuat/otot antar kelompok. Liat aja antara AKPB (kebangsaan) dan FPI tentang ahmadiyah. Liat aja perebutan antar kantor partai. Liat aja perebutan batas kampong. Liat aja massa masuk saat rapat DPRD. Mungkin paling sederhana melupakan dan tidak ada pengorhormatan dari yang muda pada yang tua dalam suatu kelompok, yang tua dianggap pernah salah dan yang muda sok pinter. Or sebaliknya juga yang tua tidakpercaya yng muda, jadi sami mawon.
- Bahasa Lisan : Bahasa lisan ditunjukkan dengan aturan yang tertulis (Undang-undang atau hukum agama) dalam hubungan antar manusia dari keluarga sampe Negara. Bahasa lisan juga ditunjukkan dengan setiap permasalahan dilakukan dengan musyawarah or diskusi bahkan voting/ pemilu. Syarat musyawarah tentunya dilakukan dengan apa adanya, berlapang dada dan siap apapaun/iklas yang diputuskan bersama. Siapkah kita bermusyawarah? Belum tentu…kalau dak siap bisa jadi bahasa fisik, bahaya ini. Permasalahan lisan paling ujung/ terpaksa adalah dengan pengadilan. Jadi pengormatan muda-tua or sesama manusia di atur oleh undang-undang atau hukum agama.
- Bahasa hati : Bahasa hati ditunjukkan apabila manusia mampu beradaptasi secara nyaman di setiap waktu dan tempat, tentunya ini amat sulit. Hal ini tentunya bisa terjadi apabila manusia memiliki pendalaman muamalah yang benar, baik dan pas sesuai tempat dan waktu. Semakin banyak silaturahmi semakin banyak teman semakin saling memahami teman. Jadi tanpa disuruh undang-undang pun, manusia seperti ini akan mengormati atau tenggang rasa dengan orang lain. Pada masa lalu sangat banyak dijumpai orang-orang yang memiliki bahasa hati ini. Syarat menjadi manusia ini tentunya tidak ringan misalnya berlapang dada, iklas dan rendah diri (ya contoh aja Muhammad saw)
5. Lihat hubungan manusia-alam sekarang,
- Bahasa fisik : Bahasa fisik ditunjukkan oleh apabila manusia ada ketidakcocokan dengan alam. Misalnya dengan menebangi hutan tanpa kendali. Orang membuang sampah seenaknya. Banyak orang di Negara ini apapun profesinya (guru, kyai, pegawai, pejabat atau lainnya) sering buang sampah sembarangan, liat aja saat beliau-beliau naik mobil, pasti buang sampah di jalanan. Kasihan kau alam, dikhianati manusia. Jadi banjir tu salah manusia sendiri.
- Bahasa Lisan : Bahasa lisan ditunjukkan dengan aturan berupa jangan tebangi pohon, jangan coret2 pohon, jangan buang sampah sembarangan, hemat air dan lain-lain. Hal ini bisa dilakukan apabila ada aturan yang tegas. Biasanya orang ini kadang tidak menaati peraturan tersebut apabila tanpa ada pengawasan.
- Bahasa hati : Bahasa hati ditunjukkan apabila tanpa disuruh, ada orang yang melakukan pengabdian lingkungan tanpa pamrih. Contohnya pada saudara2 kita yang dapat kalpataru lingkungan. Atau yang sederhana liat anak SD/MI yang buang sampah di tempat sampah, yang sampahya terpaksa dikantongin dulu apabila belum ada tempat sampah. Atau mungkin kita yang suka menanam pohon di kebun/halaman rumah kita.

II. Posisi Diri Kita dan Bangsa ini
Derajat bahasa menunjukan bangsa. Walaupun pada khasus2 tertentu bahasa terendah (fisik) cocok dilakukan, tetapi secara umum posisinya sebagai bahasa terendah. Derajat bahasa sebagai berikut :
1. Bahasa fisik menjadi bahasa terendah dalam pergaulan antar manusia atau bangsa. Karena hanya mengandalkan fisik tuk menyelesaikan masalah. Kalau harga diri bangsa dijatuhkan sampai titik terendah mungkin hal ini perlu misalnya perang.
2. Bahasa lisan menjadi bahasa tengah-tengah dalam pergaulan antar manusia. Karena setiap perbuatan perlu dijelaskan dengan aturan agar manusia mengikutinya. Bahasa ini posisinya bisa menjadi tertinggi kalau tuk mengatur agar ada kepastian hukum sehingga menjadi jelas dan saling menghargai. Misalnya hukum agama, agar orang mematuhi jalan lurus secara jelas.
3. Bahasa hati menjadi bahasa tertinggi dalam pergaulan antar manusia. Karena setiap perbuatan, manusia sudah memiliki kesadaran dari dirinya tuk berbuat yang baik dan benar sesuai pada tempat dan waktunya.
Bangsa ini pada posisi apa sebenarnya. Kalau bicara bangsa ini secara langsung sebenarnya kita bicara umat Islam (sebagai mayoritas). Sebagian besar orang Indonesia sekarang sangat sulit tuk menahan emosi or tidak sabar, jadi akibatnya Bahasa fisik yang digunakan. Mengapa bangsa ini menjadi begini, ada beberapa ulasan, (versi saya sendiri lo) :
1. Tidak ada suri tauladan dari pimpinan formal atau non formal
2. Tokoh agama kadang mengatasnamakan agama tuk tujuan tertentu yang kurang baik
3. Penyampaian budi pekerti lewat agama belum mengena (mungkin metodologinya perlu diperbaiki) (lihat tulisan saya tentang pembelajaran yang fun dan lainnya)
4. Tidak ada gerakan bersama tuk berubah menjadi lebih baik. Pimpinan bangsa ini mengunakan langkah taktis saja, tanpa langkah strategis, mau apa sih bangsa ini??????

III. Bagaimana sebaiknya Kita (or bangsa Ini) / Kesimpulan
Pengelolaan bangsa tuk memahami bahasa yang lebih baik tentunya dimulai dari diri sendiri kemudian keluarga, setelah itu ke masyarakat. Beberapa langkah misalnya :
1. Kata AA Gym : mulailah dari diri sendiri, mulailah hal2 kecil, dan mulailah sekarang juga. Mulailah kurangi bahasa fisik, usahakan menjadi bahasa lisan. Hal ini tentunya berproses dengan melatih ketenangan hati.
2. Budayakan hal-hal baik di keluarga masing-masing
3. Apabila menjadi orang biasa / senior / kepala keluarga / pimpinan di level apapun jadilah suri tauladan bahasa hati semampu dan semaksimal mungkin.


Keterbatasan penelitian

Bahasan kajian ini dirincikan, sebagai berikut:
Istilah
Pendapat

Bahasan kajian pada penelitian ini dirincikan sebagai berikut
Apabila setiap bangsa Indonesia sudah mencintai, menghormati, dan bangga berbahasa Indonesia, apakah mereka sudah mengetahui bahwa  bahasa menunjukkan bangsa?

-masyarakat mengetahui seluk beluk bahasa indonesia sebgai identitas pribadi,kelompok ataupun bangsa.
-masyarakat mengetahui akan penggunaan bahasa indonesia tidak hanya sebagai salah satu media komunnikasi tetapi sebgai media pengenal dengan yang lainnya

BAB III

Jati Diri Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi

Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang jelas-jelas tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar kemngkinannya terjadi pada era globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah tidak jelas dan tidak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa Indonesia. Sudah barang tentu, hal ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan aturan-aturan yan berlaku dalam bahasa Indonesia dengan memperhatikan siatuasi dan kondisi pemakaiannya. Dengan kata lain, pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya.

Seiap warga negara Indonesia, sebagai warga masyarakat, pada dasarnya adalah pembina bahasa Indonesia. Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama pembinaan bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat dilakukan dengan (1) sikap kesetiaan berbahasa Indonesia dan (2) sikap kebanggaan berbahasa Indonesia. Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia teruangkap jika bangsa Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan. Sikap kebanggan berbahasa Indonesia terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa Indonesia pun mampu mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya. Yang perlu dipahami adalah sikap positif terhadap bahasa Indonesia ini tidak berarti sikap berbahasa yang tertutup dan kaku. Bangsa Indonesia tidak mungkin menuntut kemurnian bahasa Indonesia (sebagaimana aliran purisme) dan menutup diri dari saling pengaruh dengan bahasa daerah dan bahasa asing. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus bisa membedakan mana pengaruh yang positif dan mana pengaruh yang negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Sikap positif seperti inilah yang bisa menanamkan percaya diri bangsa Indonesia bahwa bahasa Indonesia itu tidak ada bedanya dengan bahasa asing lain. Masing-masing bahasa mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Sikap positif terhadap bahasa Indonesia memberikan sumbangan yang signifikan bagi terciptanya disiplin berbahasa Indonesia. Selanjutnya, disiplin berbahasa Indonesia akan membantu bangsa Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing atas kepribadiannya sendiri. Hal ini sangat diperlukan untuk menghadapi pergaulan antarbangsa dan era globalisasi ini. TEORINYA.

Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga menunjukkan rasa cinta kepada bahasa, tanah air, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga negara Indonesia mesti bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu menggunakannya dengan baik dan benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang dapat menimbulkan rasa nasionalisme dan rasa cinta tanah air yang mendalam. Setiap warga negara yang baik mesti malu apabila tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sikap pemakai bahasa Indonesia demikian ini merupakan sikap yang positif, baik, dan terpuji. Sebaliknya, apabila yang muncul adalah sikap yang negatif, tidak baik, dan tidak terpuji, akan berdampak pada pemakaian bahasa Indonesia yang kurang terbina dengan baik. Mereka menggunakan bahasa Indonesia "asal orang mengerti". Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis lain yang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. TEORINYA.

Mereka tidak lagi memperdulikan pembinaan bahasa Indonesia. Padalah, pemakai bahasa Indonesia mengenal ungkapan "Bahasa menunjukkan bangsa", yang membaw pengertian bahwa bahasa yang digunakan akan menunjukkan jalan pikiran si pemakai bahasa itu. Apabila pemakai bahasa kurang berdisiplin dalam berbahasa, berarti pemakai bahasa itu pun kurang berdisiplin dalam berpikir. Akibat lebih lanjut bisa diduga bahwa sikap pemakai bahasa itu dalam kehidupan sehari-hari pun akan kurang berdisiplin. Padahal, kedisiplinan itu sangat diperlukan pada era globalisasi ini. Lebih jauh, apabila bangsa Indonesia tidak berdisiplin dalam segala segi kehidupan akan mengakibatkan kekacauan cara berpikir dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Apabila hal ini terjadi, kemajuan bangsa Indonesia pasti terhambat dan akan kalah bersaing dengan bangsa lain.

Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Jati diri bahasa Indonesia memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana, Tatabahasanya mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit. Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah bangsa asing ketika mempelajari bahasa Indonesia. Setiap bangsa asing yang mempelajari bahasa Indonesia dapat menguasai dalam waktu yang cukup singkat. Namun, kesederhaan dan ketidakrumitan tersebut tidak mengurangi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam pergaulan dan dunia kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah pergaulan antarbangsa. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu pengetahuan dengan jernih, jelas, teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa pada era globalisasi ini. Bahkan, bahasa Indonesia pun saat ini menjadi bahan pembelajaran di negara-negara asing seperti Australia, Belanda, Jepanh, Amerika Serikat, Inggris, Cina, dan Korea Selatan.

Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia

Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia berhasil mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu. Keenam kedudukan ini mempunyai fungsi yang berbeda, walaupun dalam praktiknya dapat saja muncul secara bersama-sama dalam satu peristiwa, atau hanya muncul satu atau dua fungsi saja.

Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi untuk menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang Indonesia apa pun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok-pelosok tanah air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Kenyataan ini membuat adanya peningkatan dalam penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia dalamn fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah antarbudaya. Semuanya terjadi karena bertambah baiknya sarana perhubungan, bertambah luasnya pemakaian alat perhubungan umum, bertambah banyaknya jumlah perkawinan antarsuku, dan bertambah banyaknya perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta dari daerah satu ke daerah yang lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.


Sejalan dengan fungsinya sebagai alat perhubungan antardaerah dan antarbudaya, bahasa Indonesia telah berhasil pula menjalankan fungsinya sebagai alat pengungkapan perasaan. Kalau beberapa tahun yang lalu masih ada orang yang berpandangan bahwa bahasa Indonesia belum sanggup mengungkapkan nuansa perasaan yang halus, sekarang dapat dilihat kenyataan bahwa seni sastra dan seni drama, baik yang dituliskan maupun yang dilisankan, telah berkembang demikian pesatnya. Hal ini menunjukkan bahwa nuansa perasaan betapa pun halusnya dapat diungkapkan secara jelas dan sempurna dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kenyataan ini tentulah dapat menambah tebalnya rasa kesetiaan kepada bahasa Indonesia dan rasa kebanggaan akan kemampuan bahasa Indonesia.

Sikap Pemakai Bahasa Indonesia yang Negatif

Bangsa Indonesia, sebagai pemakai bahasa Indonesia, seharusnya bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai alay komunikasi. Dengan bahasa Indonesia, mereka bisa menyampaikan perasaan dan pikirannya dengan sempurna dan lengkap kepada orang lain. Mereka semestinya bangga memiliki bahasa yang demikian itu. Namun, berbagai kenyataan yang terjadi, tidaklah demikian. Rasa bangga berbahasa Indonesia belum lagi tertanam pada setiap orang Indonesia. Rasa menghargai bahasa asing (dahulu bahasa Belanda, sekarang bahasa Inggris) masih terus menampak pada sebagian besar bangsa Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa asing lebih tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia. Bahkan, mereka seolah tidak mau tahu perkembangan bahasa Indonesia.

Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia antara lain sebagai berikut.

a. Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.

b. Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.

c. Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena merasa dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik. d. Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna.

Kenyataan-kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia yang negatif dan tidak baik. Hal itu akan berdampak negatif pula pada perkembangan bahasa Indonesia. Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya kemampuan bahasa Indonesia dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan lengkap, jelas, dan sempurna. Akibat lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain sebagai berikut.

a. Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing, padahal kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, bahkan sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia. Misalnya, page, background, reality, alternatif, airport, masing-masing untuk "halaman", "latar belakang", "kenyataan", "(kemungkinan) pilihan", dan "lapangan terbang" atau "bandara".

b. Banyak orang Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebihan sehingga ditemukan kata dan istilah asing yang "amat asing", "terlalu asing", atau "hiper asing". Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerapkan kata-kata asing tersebut,misalnya rokh, insyaf, fihak, fatsal, syarat (muatan), (dianggap) syah. Padahal, kata-kata itu cukup diucapkan dan ditulis roh, insaf, pihak, pasal, sarat (muatan), dan (dianggap) sah.

c. Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan baik tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya. Terkait dengan itu, banyak orang Indonesia yang mempunyai bermacam-mecam kamus bahasa asing tetapi tidakmempunyai satu pun kamus bahasa Indonesia. Seolah-olah seluruh kosakata bahasa Indonesia telah dikuasainya dengan baik. Akibatnya,kalau mereka kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia, mereka akan mencari jalan pintas dengan cara sederhana dan mudah. Misalnya, pengggunaan kata yang mana yang kurang tepat, pencampuradukan penggunaan kata tidak dan bukan, pemakaian kata ganti saya, kami, kita yang tidak jelas.

. Oleh sebab itu, sudah seharusnyalah setiap orang Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang teratur, jelas, bersistem, dan benar agar jalan pikiran orang Indonesia (sebagai pemilik bahasa Indonesia) juga teratur dan mudah dipahami orang lain.
-
Simpulan

Tanggung jawab terhadap perkembangan bahasa Indonesia terletak di tangan pemakai bahasa Indonesia sendiri. Baik buruknya, maju mundurnya, dan tertatur kacaunya bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab setiap orang yang mengaku sebagai warga negara Indonesia yang baik. Setiap warga negara Indonesia harus bersama-sama berperan serta dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia itu ke arah yang positif. Usaha-usaha ini, antara lain dengan meningkatkan kedisiplinan berbahasa Indonesia pada era globalisasi ini, yang sangat ketat dengan persaingan di segala sektor kehidupan. Maju bahasa, majulah bangsa. Kacau bahasa, kacaulah pulalah bangsa. Keadaan ini harus disadari benar oleh setiap warga negara Indonesia sehingga rasa tanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia akan tumbuh dengan subur di sanubari setiap pemakai bahasa Indonesia. Rasa cinta terhadap bahasa Indonesia pun akan bertambah besar dan bertambah mendalam. Sudah barang tentu, ini semuanya merupakan harapan bersama, harapan setiap orang yang mengaku berbangsa Indonesia.

Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia merupakan ciri bangsa Indonesia yang perlu terus dipertahankan. Pergaulan antarbangsa memerlukan alat komunikasi yang sederhana, mudah dipahami, dan mampu menyampaikan pikiran yang lengkap. Oleh karena itu, bahasa Indonesia harus bterus dibina dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia dalam pergalan antarbangsa pada era globalisasi ini. Apabila kebanggaan berbahasa Indonesia dengan jati diri yang ada tidak tertanam di sanubari setiap bangsa Indonesia, bahasa Indonesia akan mati dan ditinggalkan pemakainya karena adanya kekacauan dalam pengungkapan pikiran. Akibatnya bangsa Indonesia akan kehilangan salah satu jati dirinya. Kalau sudah demikian, bangsa Indonesia "akan ditelan" oleh bangsa lain yang selalu melaksanakan tugas dan pekerjaannya dengan menggunakan bahasa yang teratur dan berdisiplin tinggi. Sudah barang tentu, hal seperti harus dapat dihindarkan pada era globalisasi ini. Apalagi, keadaan seperti ini bukan merupakan keinginan bangsa Indonesia. 
-

saran
      dalam pelaksanaan program pendidikan di kampus, terkhusus dalam jurusan bahasa dengan mata kuliah bahasa indonesia’penyusun memberikan saran sebagai berikut :
1.      Sebaiknya terlebih dahulu, kita perlu banyak membaca serta memahami kajian dalam Bahasa menunjukkan bangsa itu sendiri.
2.      Sebelum membuat makalah, sebaiknya Lebih sering nmelakukan diskusi atau tanya jawab dengan teman dan para pakar yang berkompeten
3.        Peran dari dosen pembimbing dan kerjasama antara mahasiswa, agar tercipta mahasiswa yang handal dan professional.
 -
Daftar pustaka
Anwar, K. 1980. Indonesia, The Development and Use of a National Language. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
tahun 2011.http://www.google.com-sosiolinguistik-sikap bahasa.
Stiawan, Yasin. Perkembangan Bahasa diposting dari situs www.siaksoft.com
Wibowo, Wahyu. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia. 2001.

Mackey, W.F. Analisis Bahasa. Surabaya: Usaha Nasional. 1986.
Wibowo, Wahyu. Manajemen Bahasa. Jakarta: Gramedia. 2001.


Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...